Rabu, 04 Juli 2012

Kejahatanku Part 2




Dengan uang satu juta yang kujanjikan, Edi kembali mengeluarkan batang kontolnya dari dalam celana, dan aku menikmatinya. Kokocok-ngocok batang kontolnya dengan mulutku, membetotnya, menikmati daging kenyal tersebut senti demi senti, menjilatinya hingga batang kontolnya basah oleh air lidahku.

Kontol Edi kembali kulumat hingga tenggelam sampai ke pangkalnya. Kugerakkan lidahku agar laki-laki tersebut merasakan hisapanku. Desahan Edi tenggelam tak terdengar sama sekali di antara suara sound system bioskop yang kencang.

Aku merasakan kalau mani Edi telah muncrat di dalam mulutku hingga tubuhnya mengejang, kakinya merenggang, menahan puncak kenikmatan yang dia rasakan. Aku menjilati batang kontolnya hingga licin, tidak ada mani yang tertetes, maninya yang kental kulahap semuanya. Akhh.. enaknya.. Aku beralih ke Anton, ingin juga merasakan kontolnya, kuremas-remas. Anton hanya diam menatapku

"Om akan memberimu satu juta", ucapku sambil mengerlingkan mata kananku.
"Keluarkan totong lo, Om rasa sudah tidak tahan mengisapnya".

Anton mengeluarkan batang kontolnya yang panjang dan diameter kontolnya tidak begitu besar. Kembali mulutku langsung mencaplok batang kontol Anton dan menarik-nariknya sesaat, lalu kukocok-kocok di dalam mulutku. Saat Edi kembali dari toilet, melihatku yang lagi asyik mengisap-isap kontol Anton, dengan tenang duduk dan menikmati film kembali.

Anton mendesah kegelian, saat batang kontolnya kujepit dengan kedua bibirku, tanganku masuk ke dalam kaosnya dan mengelus-elus dadanya, memegangi puting teteknya.

"Akhh.." desahnya.
"Enak..? Nikmat..?", tanyaku melepas kontolnya sesaat dari mulutku dan kembali kulumat lagi sampai ke pangkalnya.
"Akhh..", Anton akhirnya tidak mampu menahan kenikmatan dan kegelian yang luar biasa, mulutku terasa di semprot dengan air maninya yang banyak.

Edi dan Anton setuju ikut bersamaku kembali menghabiskan malam panjang ini bersama-sama saling bercumbu dan menikmati petualangan sex sesama lelaki, sementara Bambang hanya diam saja dengan tatapan kosong, yah laki-laki tersebut sudahh di bawah penguasaanku, di bawah kontrolku, di bawah pengaruh hipnotisku. Aku mengajak mereka ke rumahku yang berjarak ratusan kilometer dari tempat tinggal mereka. Pembantu setiaku Nano, menyambut kami.

"Anak baik", ucapku mengelus pipinya, laki-laki tersebut begitu manis, dengan usia 23 tahun, tampan, dengan badan bulat berisi, pembantu dan sekaligus merangkap istriku.

Aku mengajaknya tinggal bersamaku saat aku menemuinya di terminal bus antar kota, kebingungan sendirian dan tidak mau bertanya, mungkin malu, saat kuhampiri dan menanyakan tujuannya, dia menggelengkan kepalanya, tujuannya mencari kerja di kota tanpa sanak keluarga di sini. Aku mengajaknya tinggal bersamaku. Aku tersenyum saat melihat Nano yang terkagum-kagum melihat rumahku.., "Wah, besar, bagus, bagus sekali rumah Om ini", ucapnya.

Nano mengikutiku masuk ke dalam kamar, dan menyuruhnya untuk membersihkan tubuhnya yang bau oleh keringat, aku menunjukkan kamar mandi yang berada di dalam kamarku. Nano kembali menemuiku.

"Om, airnya habis", ucapnya polos, aku tersenyum dan menghantarkan Nano kembali ke kamar mandi tersebut. Kuputar keran yang berada di bathtub, merasakan campuran air panas dan dingin dari kedua keran yang kubuka.
"Nah, sudah ada airnya khan?", ucapku tersenyum menatap Nano yang juga tersenyum.
"Maklum wong dusun, Om", ucapnya.
"Sini, Om bantu, membuka baju kamu"

Aku membuka kaosnya yang entah sudah berapa hari tidak diganti, bau keringatnya masih terasa. Celana jeans yang dikenakannya juga aku buka.

"Akh, isin (malu) Om", ucapnya polos saat aku ingin membuka kolornya.
"Yah sudah, kamu mandi saja dulu"
"Gayungnya mana Om?", tanyanya lagi.
"Yah, endak usah pake gayung, langsung saja nyebur ke bathtub itu", ucapku sambil tersenyum.

Aku kembali lagi melihatnya yang sedang duduk di bathtub, sambil mencipratkan air ke sekujur tubuhnya. Aku tertawa kecil melihatnya, tersenyum, mendekatinya, membuka celana pendekku dan masuk ke dalam bathtub dengan bertelanjang bulat dan merangkul badannya.

"Kenapa kolornya tidak dibuka?", tanyaku sambil tersenyum.
"Isin, Om", jawabnya lagi.
"Ah, tak perlu malu", ucapku, memintanya untuk berdiri dan tanganku memerosotkan kolornya. Laki-laki tersebut malu-malu saat aku memegang kontolnya yang panjang dan masih tidur itu.
"Ah, begini khan enak, nyaman khan?", ucapku, menyuruhnya untuk duduk kembali dan menyabuni seluruh tubuhnya dengan sabun cair. Aku memberi shampoo pada rambutnya yang ikal dan sedikit panjang.
"Bagaimana? Segar kan?", tanyaku.
"Iya, Om", jawabnya malu-malu.
"Mulai sekarang, panggil saya Ayah, Nano saya anggap sebagai anak angkat, mau?", tanyaku lagi memandang wajahnya yang oval dan begitu tampan. Nano mengangguk dan beberapa kali mengucapkan terimakasih kepadaku.

Tanganku kembali mengusap-usap punggungnya, menyikatnya dengan spons, memintanya berdiri karena aku akan menyabuni kedua kakinya. Nano menurut, kedua pahanya yang sedikit besar aku sabuni, kedua pantatnya mendapat giliran, aku meremas-remas kedua pantatnya, dan pada belahan pantatnya, hem, sangat kenyal, hingga aku terangsang dan totongku bereaksi, menjadi tegang, bertambah panjang dan membesar. Saat Nano membalikkan badannya, saat itu kontolnya bereaksi bertambah besar dan panjang, aku tersenyum melihat anak tersebut yang menjadi tersipu malu. Kontolnya persis berada di depan mukaku.

"Terangsang yah", sindirku, Nano bertambah malu.
"Tidak, perlu malu, Ayah suka kok dengan kontol Nano ini", ucapku, dan langsung memegangnya, meremas-remasnya, mengocok-ngocok batang kontolnya yang panjang melebihi kontolku.

Aku semakin geram melihat batang kontolnya dan langsung kutelan, kujilati, kukocok-kocok dengan mulutku.

"Akhh.. Om", desah Nano di sela-sela keheranannya.

Aku terus mempermainkan kontolnya di mulutku. Jilatan lidahku dari ujung batangnya, dari kepala totongnya hingga ke pangkal batang kontolnya. Tubuh Nano sedikit limbung menahan kegelian, kenikmatan yang dia rasakan dan aku menyarankannya untuk duduk di sisi bathtub, dan kembali mengempot batang totongnya, menelannya, mengocok-ngocok kontolnya di dalam mulutku. Biji totongnya yang besar menggantung panjang, kutarik-tarik, sambil batang kontolnya tetap berada di dalam mulutku.

"Akhh.., aduh omm.." desah Nano.
"Enak..?", ucapku sambil tersenyum.

Nano hanya mengangguk. Kembali batang kontolnya kukocok-kocok dengan mulutku, dan mempercepat goyangan kepalaku maju mundur, agar batang kontolnya keluar masuk di dalam mulutku, sambil membetot batang kontolnya dengan kedua bibirku yang kukatupkan. Nano merasakan kegelian yang luar biasa dan aku langsung mengeluarkan batang kontolnya dari mulutku, menggenggam batang kontolnya erat yang sedang menyemburkan mani kental, sangat kental dan banyak. Aku menatapnya sambil tersenyum, melihat sisa-sisa maninya kembali keluar dari lubang kencingnya, aku langsung menjilati sisa mani tersebut hingga membuat tubuh Nano mengejang sesaat.

"Nikmat, sayang?", tanyaku.

Nano kembali mengangguk dengan malu. Aku masih meremas batang kontolnya dan berdiri, tanganku menarik batang kontolnya mengajaknya keluar dari bathtub, membalikkan tubuhnya ke arah tembok kamar mandi, meremas batang kontolku dan dengan pelan berusaha memasukan batang kontolku ke dalam lubang pantatnya. Blesszz, krkk, terdengar koyakan burit Nano saat kepala kontolku masuk ke dalam, aku menekan pantatku agar batang kontolku lebih masuk ke dalam, tidak menghiraukan jeritan Nano yang kesakitan, meminta ampun, aku terus melanjutkan permainanku, hingga batang kontolku lebih masuk ke dalam, dan kutekan pantatku kembali hingga membuat batang kontolku amblas seluruhnya di dalam pantatnya.

"Akhh.." Desahku menahan nafas, menikmati keperawanan lubang pantat Nano yang menjepit batang kontolku yang besar, perlahan aku menggerak-gerakkan pantatku.
"Aduh, Om, ampun, sakit.. Sakit..", jerit Nano. Aku terus dengan permainanku, goyangan pantatku semakin kupercepat, menyodok-nyodok lubang pantatnya..
"Hemm.. Hemm.. Akhh.. Akhh.. Akhh.." desahku tak beraturan menambah energiku untuk menyodomi anak lugu tersebut.

Kontolku terlepas dari lubang pantat Nano, dan aku menyuruh laki-laki tersebut untuk berbaring di lantai dan aku langsung menindih tubuhnya dan menyodomi buritnya kembali, rontaan Nano membuat kepuasan bagiku, kedua pahanya terbuka lebar dan aku semakin leluasa untuk menyodomi lubang pantatnya, menyodok-nyodok buritnya yang kini merekah lebar, hingga aku dapat menikmati kepuasan yang luar biasa hingga nafsuku terpenuhi.

"Akhh.." Aku terkulai lemas di samping tubuh Nano, laki-laki tersebut menangis terisak.
"Sudahlah", ucapku mengelus rambutnya.

Selesai mandi dan melampiaskan nafsuku, aku mengajak Nano makan makanan yang telah aku beli. Nano menyantap makanan tersebut dengan lahap. Dan selanjutnya pembaca bisa menebak apa yang kulakukan kembali kepada Nano, aku terus merenuk kepuasan dari anak polos tersebut berkali-kali, dan sebaliknya Nano juga aku ajarkan bagaimana cara memuaskan nafsunya dengan menyodomi buritku.

Hari-hari berikutnya, aku dan Nano kembali ngentot saling memuaskan nafsu kami berdua, di ranjang, di kamar mandi dan di mana saja di saat nafsuku memuncak bersama laki-laki tersebut. Untuk mencari variasi bersama laki-laki lain, aku keluar untuk mencarinya, menghipnotisnya, merampok uangnya, atau dengan membayar laki-laki tersebut dengan harapan nafsu sexku terpuaskan, yah seperti saat ini, aku lebih menyukai ngentot bersama laki-laki yang bukan karena pengaruh hipnotisku, karena aku bisa melampiaskan imajinasi sexku sepuasnya, menikmati kepuasan bersama-sama, saling bernafsu, saling bercumbu, saling terpuaskan, dan bersama-sama mencapai puncak kenikmatan.

Ketiga tamuku duduk dengan baik di sofa, Edi dan Anton memperhatikan rumahku dan mungkin kagum melihat isi rumahku yang komplit. Tak berapa lama kemudian aku kembali menjumpai mereka dengan memakai pakaian santai, kaos singlet dan celana pendek saja lalu duduk di antara Edi dan Anton. Nano membawakan kami beberapa krat bir dan menghidangkannya di depan, laki-laki tersebut memutarkan film yang enak ditonton, yaitu film porno homosex.

Tanganku sejak tadi sudah bermain-main di dada Edi, meremas-remasnya, menciumi lehernya sesekali. Edi merasa risih dengan kelakuanku, laki-laki tersebut menggerak-gerakkan badannya hingga cumbuanku sering menyerempet dan tidak mengenai ke sasaran. Laki-laki tersebut mungkin merasa malu atau karena belum biasa dicumbu oleh sesama laki-laki. Aku menghentikan permainanku, berdiri menarik tangan Bambang ke belakang dan kembali menemui mereka. Bambang kuperlakukan sebagai pancingan bagi Edi dan Anton agar tidak merasa malu dengan permainan yang akan kulakukan karena Bambang yang masih berada dalam hipnotisku bisa kuperintahkan untuk berbuat sekehendakku.

Sekembalinya aku menemui mereka, Bambang langsung menari-nari di depan kami dengan musik house yang di setel oleh Nano. Tarian Bambang semakin panas, laki-laki tersebut membuka kaosnya, meremas-remas kontolnya dan sesekali mengelus-elus badannya, hingga tarian Bambang terus memanas dan membuatku semakin terangsang, saat laki-laki tersebut membuka celana jeansnya bersamaan dengan kolor yang dikenakannya. Menari telanjang bulat di depan kami, Anton tertawa terbahak-bahak beberapa kali mengatakan Bambang gila dan sebagainya, Edi hanya tersenyum.

(Bersambung)

KM Sigulintang Part 2

"Kalo melihat perempuan seperti singa yang tidak makan satu bulan atau lebih dari itu, apalagi kalo ngentot sama lonte di sana, bayarannya sangat mahal. Kan rugi, hanya untuk membuang mani saja harus bayar mahal, yah terpaksa ngentotnya sekali-sekali saja. Yang lebih sering yah itu, kalo tidak ngocok, sodomi atau sama teman gantian ngocok-ngocok kontol. Kalo Kang Warso tidak pernah mengeluarkan uang untuk ngentot sama lonte di sana, makanya gajinya utuh untuk bini dan anak-anaknya di kampung. Laki-laki tersebut tahan tidak ngentot sama lonte, kalo mau ngentot paling nyodomi laki-laki. Kalo enggak percaya, nanti Abang tunjukan, dia pasti menyuruh si Udin memegang-megang totongnya dan si Udin itu enggak disuruhpun mau mengisap-isap kontol Kang Warso", ucap Bang Ali lagi.
"Kalo Abang?"
"Yah, Abang bisa pakai si Udin lah", ucap Bang Ali sambil tersenyum.
"Terus Abang juga pernah disodomi di sel penampungan juga?"
"Mau tahu yah?", tanya Bang Ali sambil tersenyum.
"Tidak usahlah, cerita jorok", ucap Bang Ali meneguk sisa kopi dari gelas plastiknya.
"Aku justru suka Bang. Aku pernah juga melakukannya, tidak begitu seringlah, makanya kalo aku mendengar cerita sodomi jadi terangsang, apalagi kalo bisa meremas-remas totong Abang sekalian sambil mendengarkan Abang. Kalo melihat postur Abang yang besar begini, pasti kontolnya juga besar yah?", ucapku sambil tersenyum.

Bang Ali memandangku dan tersenyum. Senyumannya yang membuat wajahnya semakin tampan, enak dilihat dengan gigi-giginya yang rapat berwarna kekuning-kuningan. Hidungnya sedikit mancung dengan rambut-rambut halus yang belum dicukur menghiasi di sekitar pipi, dagu, leher dan di atas bibirnya.

Aku memesan dua cangkir kopi lagi mungkin sebagai sogokan yah, dan Bang Ali menjadi bersemangat menceritakan saat tertangkap bersama teman-temannya di lokasi kerja, karena tidak ada paspor dan izin kerja, mereka semua digelandang ke kantor Polisi dan dimasukan ke dalam sel yang kemudian ditransfer ke sel penampungan di daerah Johor sebelum dibuang ke Indonesia. Di sel penampungan inilah Bang Ali di sodomi oleh seorang laki-laki keling, orang Bangladesh. Ajun yang senang karena Bang Ali tidak melawan dalam melakukannya lagi.

"Saat itu Abang bertugas membersihkan toilet sipir, ketika orang Bangladesh tersebut datang mendekati Abang sambil tersenyum, menarik tangan Abang ke dalam kamar kecil tersebut. Abang menolak saat orang keling itu menyuruh mengisap-isap kontolnya yang panjang dan belum sunat lagi, mana jembut-jembutnya lebat, hitam dan panjang-panjang. Orang Keling itu langsung menyodomi Abang, menciumi Abang dengan bernafsu. Abang selalu menghindar saat orang keling itu mau mencium mulut Abang dan entah berapa kali orang keling itu mengubah posisi tubuh Abang dan menyodomi lobang pantat Abang. Untung perbuatan orang keling tersebut ketahuan di saat orang keling tersebut menyodomi Abang dengan posisi menggendong tubuh Abang, dua sipir sel menyeret tubuh orang keling tersebut", ceritanya.

"Ternyata laki-laki tersebut sudah terlalu sering monyodomi laki-laki remaja. Orang keling tersebut dipukuli babak belur sampai mampus, baru tahu rasa dia. Abang dipindahkan ke kamar sel yang lain. Abang minta untuk dipindahkan ke kamar sel Kang Warso. Bersama Kang Warso, tentu saja Abang sedikit aman walau laki-laki tersebut suka nyodomi juga. Abang menolak saat Kang Warso mau menyodomi Abang, untungnya laki-laki tersebut mengerti, Abang hanya disuruh mengocok-ngocok kontolnya sampai dia puas. Pernah juga Kang Warso menyodomi Abang, katanya dia tidak tahan, yah Abang cuma diam saja. Sejak saat itu bukan Kang warso saja yang menyodomi Abang, Johanness, orang Flores yang satu sel dengan Abang juga melakukannya. Dia melihat Abang disodomi Kang Warso malam itu, yah, mau tak mau Abang mengikuti permainannya. Dia orang lama di sel tersebut, boleh dikatakan dia kepala kamar di sel tersebut", lanjutnya.

Saat Bang ali bercerita tentang sodomi tersebut, aku menjadi bergairah dan sangat bernafsu, tanganku meraba-raba kontolnya, mengelus-elusnya. Bang Ali hanya diam saja saat tanganku bereaksi dan terus melanjutkan ceritanya. Pandangan Bang Ali turun ke bawah melihat tanganku yang asyik meraba-raba kontolnya dari balik celananya, laki-laki tersebut tersenyum.

"Kamu mau?", tanya Bang Ali memandangku sambil tersenyum. Aku mengangguk dan kemudian menatapnya.
"Kalo Abang mau, kontol Abang aku isap-isap", tantangku.
"Wah, kebetulan sekali, sudah seminggu ini kontol Abang belum merasakan kenikmatan", ucap Bang Ali dan mengajakku meninggalkan Kantin.

Kami berjalan ke ujung kapal di mana rombongannya berada. Kami berjalan dengan pelan menelusuri dek tujuh di luar kapal, kapal agak oleng karena deburan ombak yang besar menghantam sisi-sisi kapal. Bang Ali merangkulkan tangannya ke pundakku, akh.. aman rasanya dalam rangkulan laki-laki berbadan besar dan tegap ini.

"Abang sodomi nanti yah?", pintanya.
"Tenang Bang, aku akan memberikan kenikmatan yang tak terlupakan di kapal Bukit Siguntang ini", ucapku tersenyum demikian juga Bang Ali.

Aku melihat rombongan Bang Ali yang tertidur dengan pulas. Aku melihat Bang Udin yang tertidur dalam kedamaian di belakang laki-laki berkumis tebal.

"Ayo, Abang sudah tidak sabar lagi", ucap Bang Ali. Aku sedikit terkejut karena asyik memperhatikan Bang Udin.
"Iya, ayo", jawabku gugup lagi.
"Lihat ini", ajak Bang Ali yang langsung berjongkok di hadapan Kang Warso dan mengangkat sarung laki-laki tersebut. Dengan penerangan lampu yang samar-samar, aku melihat Pak Warso tidak memakai kolor, telanjang, sementara tangan Bang Udin memegang batang kontol Pak Warso yang besar dan panjang tersebut.

Bang Ali mengajakku meninggalkan tempat tersebut, tangannya merangkul pundakku kembali dan kami memasuki kamar mandi dek enam, kamar mandi khusus untuk kelas dua, aku yang mengajaknya, kamarku pun tak begitu jauh dari toilet tersebut.

Kami memasuki kamar mandi yang paling ujung dan langsung mengunci pintunya. Bang ali membuka pakaiannya satu persatu, menelanjangi pakaiannya demikian juga aku. Bang ali memperhatikan tubuhku yang telanjang, hingga tak sabar saat melihat tubuhku yang putih dan bersih tersebut dan membantuku membuka celana jeans yang kukenakan.

Kami sudah sama-sama dalam keadaan telanjang bulat, Bang Ali langsung memeluk tubuhku, mendorong badanku ke pintu dan memepetnya. Dengan sangat bernafsu Bang ali menciumi bibirku, mencumbuinya, melumat habis bibirku, aku membalas cumbuannya dengan bergairah dan sangat bernafsu sekali, ada rasa geli saat bulu-bulu halus di wajah Bang Ali menyentuh mukaku. Tanganku yang dari tadi gatal untuk meremas-remas kontolnya, langsung kutarik. Totongnya begitu besar dan panjang, persis seperti dugaanku. Aku menarik-narik batang kontolnya, mengocok-ngocoknya pelan, Bang Ali semakin bernafsu mencumbuiku. Aku menarik biji totong Bang Ali, menggenggam bersamaan batang kontolnya dan kutarik-tarik.

"Lagi.. Lagi..", ucap Bang Ali di selingi dengan suara desahannya.

Bang Ali melumat bibirku lagi, memasukkan lidahnya ke dalam mulutku, aku melayani permainannya.

"Akhh..", desah Bang ali lagi, sejenak menghentikan permainannya, menatapku.
"Kamu sudang sangat ahli melakukannya, membuat Abang bertambah semangat dan sangat bernafsu. Ayo sayang, buat Abang merasa senang, perlakukan Abang seperti suamimu atau lebih dari itu".

Aku menciumi dadanya yang bidang dan berbulu, menjilati puting teteknya, mengisap-isapnya dan sesekali kutarik dengan mengatupkan bibirku pada ujung puting teteknya yang berwarna coklat tersebut. Inchi demi inchi tubuh Bang Ali aku jilati, sampai pada perutnya yang berotot dan ditutupi bulu-bulu yang lebat di sekitar pusarnya, hingga jilatan bibirku sampai pada jembut-jembut kemaluannya, aku terus membasahi jembut-jembut laki-laki tersebut dengan air lidahku, Bang Ali mengelus-elus rambutku.

Jilatanku semakin turun dan kini merasakan daging kenyal laki-laki tersebut. Aku sangat menikmati batang kontol Bang ali yang begitu besar dan panjang. Tak sabar merasakan kelezatan daging kenyal Bang Ali, aku langsung menelan batang kontolnya, mulutku merasakan daging kenyal Bang Ali, akhh.. begitu besar, panjang dan membengkok ke samping. Batang kontol Bang Ali semakin mengeras saat kedua bibirku membetot daging besar tersebut, perlahan aku mengeluarkannya hingga sampai ujung batas antara kepala dan batangnya.

Aku merasakan kepala kontol Bang Ali semakin membesar dan padat saja di dalam mulutku, perlahan aku mengeluarkannya, tanganku terus memegang batang kontolnya dengan erat. Kepala kontol Bang Ali aku jilati, lubang kencingnya terbuka lebar, aku menariknya, merekahkannya sehingga lubang kencing kontol Bang Ali semakin terlihat dan menjilati lubang tersebut.

"Akhh.. Desah Bang ali keenakan dan menekan kontolnya kembali ke dalam mulutku.

Aku menelan kontol Bang Ali, merasakan urat-urat batangnya semakin membesar, kedua bibirku merapat hingga ujung gigi taringku merasakan kekenyalan batang kontolnya dan aku semakin menekannya.

"Ooh.. Akkhh..", desah Bang Ali semakin kuat terdengar.

Batang kontol Bang Ali berdenyut-denyut di dalam mulutku, sambil mengelus-elus kedua pahanya yang berbulu lebat, aku terus menikmati kekenyalan batang totongnya.

Perlahan aku menelan batang kontol Bang Ali, memasukkannya senti demi senti ke dalam mulutku hingga kontol Bang Ali tenggelam seluruhnya di dalam mulutku dan merasakan ujung kontolnya memasuki tenggorokanku. Mulutku menjadi penuh dengan kontolnya. Pangkal totongnya lebih besar dari pada batang tengahnya dan ditumbuhi jembut-jembut yang jarang, panjang dan ikal. Sedikit demi sedikit aku mengeluarkan batang kontolnya dengan terus merapatkan lidahku ke arah batang kontolnya, agar aku dapat menikmati kekenyalan dan kekerasan batang totong tersebut.

(Bersambung)